Etika mencari nafkah

“Cari yang haram aja susah,apalagi cari yang halal!”

Ungkapan di atas seolah telah menjadi legalitas untuk mencari harta dengan cara yang haram,karena merasa mencari harta yang halal susah akhirnya mereka mencari harta dengan cara yang haram.bagitulah sebagianyang terjadi di tengah masyarakat,khususnya dalam mencari rezeqi,hanya sedikit yang mau peduli dengan rambu-rambu syari’at.

Rasulullah telah bersabda mengabarkan perilaku semacam ini sebagaimana tersebut dalam hadits Abu Hurairah,beliau bersabda:”

Akan datang suatu masa pada umat manusia,mereka tidak lagi  peduli dengan cara apa mereka mendapatkan harta,apakah dengan cara yang halal ataukah dengan cara yang haram. ( HR Bukhari )

Rasulullah juga telah menyampaikan ancaman terhadap orang –orang yang memakan harta dengan cara yang haram,beliu bersabda”

Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya.” ( HR Ahmad dan Ad Darimi).

Di dalam Al Qur’an,Allah marah terhadap orang-orang yahudi,karena sifat mereka yang suka memakan harta haram, Allah berfirman :

Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong,(lagi) banyak memakan harta yang haram.( QS Al Maidah:42).

Maka untuk tidak terjerumus ke dalam hal yang haram dalam mencari nafkah hendaknya orang yang akan mencari nafkah,baik sebagai pedagang,pekerja upahan,pegawai atau profesi yang lainnya,hendaklah memperhatikan dua perkara penting berikut ini.

Pertama : ilmu

Berilmu sebelum berkata dan berbuat  ini adalah prinsip yang sudah di sepakati para ulama.seseorang hendaknya memahami apa saja yang di wajibkan dan apa saja yang dilarang dalam agama ini.termasuk dalam masalah jual beli. Seseorang hendaklah memahami apa saja yang wajib dia ketahui berkaitan dengan amalan yang di kerjakan.

Umar bin Al Khaththab pernah melarang para pedagang ( pelaku pasar ) yang tidak mengetahui hokum-hukum jual beli untuk memasuki pasar.minimal .

Minimal dia harus memahami hal-hal penting yang wajib dia ketahui.sebagai contoh,sebagai pedagang ia harus mengetahui waktu-waktu larangan untuk berjual beli. Misalnya pada waktu akan di tunaikan sholat jum’at.dasarnya adalah firman Allah :

“Hai orang-orang yang beriman,apabila di seru untuk menunaikan shalatpada  hari  jum’at,maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. ( QS Al Jum’ah : 9)

Demikian pula ia mesti tahu tempat-tempat larangan jual beli seperti di masjid

Seorang pedagang  juga harus tahu barang apa saja yang di larang di jual belikan.misalnya minuman keras,bangkai,anjing,babi dan yang lainnya

Seorang pedagang juga di larang berlaku curang  dalam takaran dan timbangan ,Allah berfirman”

kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain,mereka minta di penuhi,dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,mereka mengurangi. ( QS.Al Muhaffifin:1-3)

Semua itu hanya dapat di ketahui dengan ilmu

Sebagai seorang pegawai juga harus mengetahui apa saja yang  di larang berkaitan dengan pekerjannya

Kedua : takwa

Takwa adalah sebaik-baik bekal. Pedagang,pagawai atau apapun profesinya harus memiliki bekal takwa

Pedagang yang bertakwa adalah pedagang yang memperhatikan rambu-rambu syari’at,sehingga ia tidak jatuh ke dalam larangan-larangan,seperti bersumpah palsu untuk melariskan dagangan,menipu khianat,curang dan lain-lain.

Oleh karena itu nabi memuji pedagang yang jujur lagi bertakwa.Abu Sa’id Al Khudri meriwatkan bahwa nabi bersabda” pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama para nabi,kaum shiddiq,dan para syuhada”  (HR At Tirmidzi,Al Hakim,dan Ad Darimi)

Demikian pula pegawai harus berbekal takwa.maraknya kasus korupsi,suap menyuap,kecurangan,merupakan akibat hilangnya ketakwaan,sehingga membuat seseorang menjadi gelap mata saat melihat gemerlap duniaJadi,kejujuran dan amanah merupakan buah dari takwa

× Admin